Tentang Zakat Obligasi

Tentang Zakat Obligasi

Assalamualaikum
Ustadz, mau tanya tentang zakat obligasi, apa dan bagaimana itu?
Hatur nuhun,
Rangga, Jakarta

Jawaban:
Wa ‘alaikum salam wr.wb.Sobat Rangga yang berbahagia, Untuk mengetahui zakat obligasi maka ada baiknya kita melihat dua jenis obligasi yang sekarang kita kenal, yaitu obligasi konvensional dan obligasi syariah:

Obligasi Konvensional
Obligasi adalah surat hutang dari suatu lembaga, perusahaan atau negara untuk jangka waktu tertentu dan dengan suku bunga tertentu. Pihak yang mengeluarkannya (emiten) diibaratkan sebagai peminjam dan pembeli obligasi (investor) diibaratkan sebagai pemberi pinjaman. Para investor akan mendapatkan return, yaitu bunga yang bersifat tetap, dibayarkan secara periodik atas dasar nilai nominalnya. Obligasi jenis ini dikenal sebagai obligasi konvensional. Para ulama sepakat mengenai keharaman bermuamalah dengan obligasi jenis ini karena sarat dengan unsur ribawi, namun kontroversi justru terjadi pada hukum mengeluarkan zakatnya.

Pendapat pertama mengatakan bahwa zakat tidak wajib dikenakan atas obligasi dan bunga yang diperoleh, karena mengandung unsur riba (bunga) yang diharamkan syara’. Mengeluarkan zakat dari sesuatu yang haram hukumnya tidak sah.
Pendapat kedua mengatakan bahwa meskipun muamalah dengan obligasi konvensional haram secara syara’, tidak berarti pelakunya dibebaskan dari zakat. Kepemilikan si pembeli (investor) atas obligasi tersebut sah secara syara’ dan obligasi tersebut merupakan harta produktif yang dapat diperjualbelikan dan memberikan keuntungan bagi pemiliknya. Zakat wajib dikeluarkan atas harga atau nilai dari obligasi itu sendiri dan bukan dari bunganya. Besarnya suku zakat adalah 2,5 persen yang dikeluarkan setiap akhir tahun, beranalogi pada zakat komoditi perdagangan. Sementara itu, bunga atau keuntungan yang diperoleh wajib disedekahkan semuanya untuk fakir miskin atau kepentingan umum. Ini adalah pendapat Abdurrahman Isa, seorang pakar ekonomi Islam kontemporer, dalam kitabnya “al-Mu’amalah al-Haditsah wa Ahkmuha”, yang disetujui oleh Yusuf Qaradawi.
Pendapat ketiga, yaitu pendapat Wahbah Zuhaili, di mana zakat wajib atas obligasi dan bunganya sekaligus. Mekanisme pengeluaran zakatnya adalah dengan menggabungkan nilai keduanya pada waktu jatuh tempo dan dikeluarkan jika telah mencapai haul dan nishab dengan suku zakat sebesar 10 persen, analog dengan zakat pertanian dan perkebunan.
Pendapat yang kedua kelihatannya lebih pas dan moderat diantara dua kutub ekstrim. Praktik bank konvensional hukumnya haram, karena itu praktik obligasi konvensional tersebut ikut haram. Mengenakan zakat pada bunga yang diperoleh tidak diperbolehkan. Bunga yang diperoleh tidak halal dan harus dikeluarkan semuanya untuk fakir miskin atau kepentingan umum. Tetapi sejauh pemilikan obligasi itu sah secara agama, maka zakat pun harus dikenakan atas obligasi itu. Kadar zakat 2,5 persen, dianalogikan dengan zakat komoditi perdagangan.
Obligasi Syariah (Sukuk)
Obligasi syariah adalah surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi syariah yang mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil/margin/fee serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.

Obligasi syariah bukanlah surat hutang seperti pada obligasi konvensional, melainkan sertifikat investasi (bukti kepemilikan) atas suatu aset berwujud atau hak manfaat (beneficial title) yang menjadi underlying asset nya. Jadi akadnya bukan akad utang piutang melainkan investasi. Dalam hal ini para ulama telah sepakat atas kehalalannya. Dewan Syariah Nasional MUI yang dalam hal ini berlaku sebagai pemegang otoritas fatwa telah menerbitkan keputusan No. 32/DSN-MUI/IX/2002 tentang obligasi syariah.
Dalam menerbitkan obligasi syariah, emiten dapat menggunakan berbagai akad yang sesuai dengan syariah, seperti: mudharabah, murabahah, musyarakah, salam, istishna’ dan ijarah. Pemegang obligasi syariah berdasarkan akad mudharabah atau musyarakah akan memperoleh pendapatan dalam bentuk bagi hasil sehingga besarannya tergantung pada kinerja pendapatan yang dibagihasilkan. Sedangkan pemegang obligasi syariah berdasarkan akad murabahah, salam, istishna’, atau ijarah, pendapatannya berupa fee/margin yang jumlahnya tetap dan sudah diketahui besarannya pada awal akad. Di Indonesia sekarang sudah ada beberapa perusahaan (emiten) yang menerbitkan obligasi syariah. Obligasi tersebut diperdagangkan di pasar modal syariah dengan nama Jakarta Islamic Indexs (JII).
Dengan demikian, obligasi syariah merupakan salah satu sumber harta yang wajib dikeluarkan zakatnya, baik obligasinya maupun keuntungan yang diperoleh. Besarnya kadar zakat (bila mencapai haul dan nishab) adalah 2,5 persen per tahun, beranalogi pada zakat komoditi perdagangan.
Wallaahu a’lam bi ash-shawaab
Sumber : Rumah Zakat

About Post Author

lazisunnes

Leave Comments